Katakan padaku teman, bahagiakah kamu setelah kita tak lagi berjalan beriringan. Saat kupikir kita lebih dari sekadar kuat untuk menjungkirbalikkan dunia, kamu memutuskan menjungkirbalikkan kita. Dunia kecil kita, yang kupikir akan selalu diramaikan oleh bertiga, kamu acak-acak seenaknya. Kalau saja kamu tahu, saat dunia kita porak poranda, aku hanya bisa menganga. Sebagian dariku berharap ini tidak nyata, sebagian lagi berharap kamu sebaiknya menghilang saja. Memangnya, sahabat mana yang pernah berpikir kalau suatu saat orang terdekatnya, yang seperti sudah melekat begitu rupa, bakal menghilang dan angkat kaki dari belasan tahun bersama.
Karena sungguh, kapan aku pernah memikirkan batas waktu kita bertiga. Bagiku, batas kita adalah selamanya, berbatasan dengan usia. Kemana larinya wisuda, menyaksikan akad nikah, lalu menikah bersama. Kemana larinya khayalan ingin menjodohkan anak-anak kita lalu membangun rumah berdekatan agar bisa selalu bertemu semaunya. Kemana larinya impian lucu untuk tetap menjadi ibu muda yang tak tergerus dunia. Kemana larinya kamu yang dulu percaya kalau kita bisa.
Kamu bilang, kita terlalu berbeda. Memang, kan? Bukankah sejak awal berpegangan tangan bersama, kita memang sudah berbeda. Kupikir justru itulah intinya. Toh, kita selalu bisa menertawakan semuanya. Kamu tahu, aku rindu masa dimana telepon rumah jadi satu-satunya sarana. Aku, kamu, kita, hanya bisa berkomunikasi dengan suara lalu bertatap muka. Karena saat penghubung hanya berupa kata, nyatanya benang kita makin menghilang kemudian seperti terputus begitu saja. Hingga kini, logikaku masih tak terima. Bagaimana bisa, kita yang kupikir untuk selamanya, tahu-tahu lebih asing dari teman biasa.
Kamu, melarikan diri dari lingkaran terdalamku. Kamu, membuat tiga tahu-tahu jadi dua. Kamu, melepaskan tangan lalu lenyap begitu saja. Kamu, entah kini baiknya kusebut apa.
Untuk pertama kalinya sejak kita sudah tak lagi melangkah bersama, aku berterima kasih atas semua. Kutitipkan doa untukmu, agar kamu tak pernah berjalan sendirian meski kita tak lagi bersisian.
Ayo Rosma, kita bersama sampai tua, ya
0 komentar:
Posting Komentar